Breaking News
Loading...
Thursday, April 11, 2013

Info Post
Skripsi PAI Tarbiyah Tentang Pendidikan Akhlaq Menurut Imam Ghozali

BAB I 

A Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan saat ini mendapat tantangan berat dengan berkembangnya perilaku dalam masyarakat yang mengindikasikan adannya kemerosotan penghayatan dan pengamalan nilai moral, akhlak, dan budi pekerti. Bila kemerosotan akhlak dan budi pekerti merambah di berbagai kalangan dalam masyarakat, adalah dunia pendidikan yang menjadi sasaran kesalahan utama dan pertama. Padahal, menurunnya nilai moral, akhlak, budi pekerti ini memiliki sebab dan latar belakang yang makin komplek. Disamping itu, pada kenyataannya masalah pendidikan akhlak, moral dan budi pekerti juga menghadapi banyak tantangan makin serius di era global dewasa ini. Kemajuan tekhnologi komunikasi dan informasi yang memang dapat diakses bebas oleh masyarakat misalnya, justru memperparah keadaan keterpurukan moral masyarakat.
Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan yang juga memiliki pelbagai macam metode yang khas dalam penanaman akhlak dapat digunakan sebagai salah satu pembanding. Pendidikan dan pengajaran di pesantren, semuanya diarahkan pada pencapaian akhlak al-karimah. Pengajaran ilmu tauhid, misalnya, selain untuk memberikan dasar keyakinan, mesti juga mencerminkan norma-norma tingkah laku serta budi pekerti dalam pergaulan sosial. Dalam pesantren, akhlak dipandang sebagai sesuatu yang agung.
Ada anggapan di lingkungan pesantren bahwa ilmu adalah nur Allah dan nur Allah tidak akan bisa diterima kecuali orang-orang yang suci, orang yang jauh dari dari perbuatan maksiat. Dengan demikian akhlak adalah sesuatu yang sangat penting, berkaitan dengan bisa tidaknya mendapat cahaya pengetahuan dari tuhan. Jika seseorang melakukan maksiat, maka ia akan bisa menerima cahaya pengetahuan dari tuhan, sebaliknya jika seseorang mempunyai akhlak yang baik, ia akan mudah menerima cahaya pengetahuan.
Namun, pendidikan pada dasarnya harus mempertimbangkan tiga faktor penting, yakni afektif, psikomotorik, dan kognitif. Semua harus berjalan secara bersama. Penekanan salah satu unsur akan mengakibatkan kepincangan dalam pendidikan.
Banyaknya kasus kerusakan moral yang merajalela saat ini merupakan imbas dari pendidikan yang kurang mempertimbangkan keseimbangan kebutuha tiga faktor tersebut. Kondisi ini seharusnya memicu pemikiran kita untuk kembali memandang pendidikan secara utuh, tidak saja pengembangan keilmuan melainkan juga perkembangan kepribadian dan akhlak.
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pengertian dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam, demikian pula Abudin Nata mengutip pendapat dari Ahmad D. Marimba yang mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang terpercaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.
Budi pekerti atau akhlak yang dimaksud disini ialah bukan semata-mata teori yang muluk-muluk tetapi akhlak sebagai tindak tanduk manusia yang keluar dari hati, sebagaimana dikemukakan oleh Imam Ghazali dalam definisinya:
الاخلاق هى صفة راسحة فى القلب تصد رعنها اقعل بسولة وتسير من غير حاجة الى فكر ورؤية

Artinya: “Akhlak ialah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan segala perbuata dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan fikiran dan pertimbangan”.

Akhlak bertujuan hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna yang membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain. Akhlak hendak menjadikan manusia orang yang berkelakuan baik, bertindak baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Allah, Tuhan yang menciptakan kita.
Pada hakekatnya sistem pendidikan nasional juga mencari nilai tambah melalui pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia atau kualitas manusia secara utuh agar mampu melayani kebutuhan pembangunan serta kemajuan IPTEK dan tantangan zaman.
Bila melihat peta pendidikan agama Islam di Indonesia, ditemukan dua kutub model pendidikan Islam. Disatu sisi mencoba memunculkan model pendidikan dengan sistem dan metodologi baru, yang dikenal dengan kaum modern, dan di sisi lain mencoba mempertahankan model tradisi yang telah ada, yang dikenal dengan kaum tradisional.
Untuk kaum tradisional, mereka diwakili oleh kaum santri dengan pesantren sebagai institusinya. Adapun kaum modern disandang oleh mereka dengan banyak sentuhan budaya dan sistem-sistem modern. Dalam menanggapi perkembangan pendidikan Islam dan juga kebutuhan masyarakat, keduanya menunjukan respon yang berbeda, sebagai perwujudan identitas dan sasaran masing-masing kelompok.
Pesantren sebagai salah satu jenis pendidikan Islam di Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian, atau disebut tafaqquh fiddin, dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pandidikan yang ikut serta mencerdaskan bangsa. Terutama di zaman kolonial, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sangat berjasa bagi umat Islam. Tidak sedikit pemimpin bangsa terutama angkatan 1945 adalah alumni atau setidak-tidaknya pernah belajar di pesantren. Para peneliti terdahulu sepakat bahwa pesantren adalah rekayasa umat Islam yang mengembangkan dari sistem pendidikan agama jawa. Agama Jawa (abad ke 8-9 M) merupakan perpaduan antara kepercayaan Animisme, Hinduisme dan Budhism. Menurut Zamachsari Dhofier, sejak abad ke 15 Islam telah menggantikan Hinduisme, dan pada abad ke 16 dengan munculnya kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam, penduduk Jawa telah dapat di-Islam-kan.
Fungsi pesantren dalam hal ini berarti telah banyak berbuat untuk mendidik santri, mengandung makna sebagai usaha untuk membangun atau membentuk pribadi, warga negara dan bangsa.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang memberi pengajaran agama Islam, tujuannya tidak semata-mata memperkaya pikiran santri dengan teks-teks dan penjelasan-penjelasan yang Islami, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan murid untuk hidup sederhana dan bersih hati. Setiap murid diajar agar menerima etik agama di atas etik-etik yang lain.

0 comments:

Post a Comment

Leave Your Comments