Berbagai macam cara dilakukan seseorang saat tengah terdesak. Mulai dari hal positif hingga negatif dilakukan mereka.
Belakangan, fenomena mencatut nama aparat atau lembaga negara marak terjadi di Tanah Air. Hal itu dilakukan demi memuluskan kepentingan pribadi orang yang bersangkutan.
Tentu saja hal itu negatif. Sebab, hal itu dapat merusak nama baik aparat maupun lembaga negara yang dicatut.
Berikut empat kejadian seseorang memakai nama aparat atau lembaga negara untuk kepentingannya.
Belakangan, fenomena mencatut nama aparat atau lembaga negara marak terjadi di Tanah Air. Hal itu dilakukan demi memuluskan kepentingan pribadi orang yang bersangkutan.
Tentu saja hal itu negatif. Sebab, hal itu dapat merusak nama baik aparat maupun lembaga negara yang dicatut.
Berikut empat kejadian seseorang memakai nama aparat atau lembaga negara untuk kepentingannya.
:1. Ngaku anggota BIN, Arsyad todong pengendara dengan pistol
Muhammad Arsyad (48), menodongkan pistol secara semena-semena terhadap warga sipil, Scriven Mantiri (26) di Tol Cibitung, Kabupaten Bekasi, Senin (19/8) malam. Anggota Badan Intelijen Negara (BIN) Papua itu tak terima ditegur oleh Scriven Mantiri karena mengemudi dengan ugal-ugalan.
Scriven pun lantas membuntuti pelaku hingga keluar Tol dan meminta bantuan kepada petugas kepolisian setempat. Akhirnya di Tol Gandasuka Cibitung, petugas pun berhasil mengamankan pelaku dan digelandang ke Mapolsek Metro Cikarang Barat.
Dari pelaku didapati barang bukti senpi jenis pistol dan kartu anggota BIN. "Kasusnya tetap diproses, pelaku benar anggota BIN Papua. Saat ini yang bersangkutan sudah kembali ke Papua. Saat kejadian dia mengaku hendak ke rumah saudaranya," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (20/8).
2. Ngaku anak jenderal, H peras Kapolres dan warga
Indonesia Police Watch (IPW) mendapatkan banyak laporan tentang seorang lelaki berinisial H mengaku sebagai anak angkat seorang pejabat tinggi Polri berpangkat Komisaris Jenderal (Komjen). Aksi-aksi H ini sangat meresahkan warga.
"H tidak hanya menakut-nakuti masyarakat biasa tapi juga menakut-nakuti dan meminta uang kepada para perwira menengah (pamen) Polri di wilayah Jabar, Jateng, Jatim, dan beberapa di Sumatera," kata Presidium IPW Neta S Pane, Minggu (18/8).
IPW mengaku sudah mengkonfirmasikan soal ini kepada Komjen bersangkutan. Perwira tinggi ini menegaskan sama sekali tidak mengenal H. Dia juga berjanji akan menindaklanjuti laporan tersebut.
IPW juga mengimbau masyarakat dan mencermati kasus ini agar tidak mudah tertipu oleh H.
"Jajaran kepolisian harus segera bertindak tegas dan menangkap H agar tidak banyak jatuh korban. Sebab apa yang dilakukan H sangat merusak citra Polri dan citra pejabat tinggi Polri," kata Neta.
3. Ngaku aparat, sopir Kementerian BUMN pukuli pengemudi taksi
Aksi anarkis dilakukan oleh Suryadarma yang berprofesi sebagai sopir di Kementerian BUMN. Akibat senggolan mobil, Darma yang mengaku aparat tega menganiaya sopir taksi, Parulian Sinaga yang sudah separuh baya itu.
Peristiwa itu terjadi di Jalan Diponegoro, Senen, Jakarta Pusat, tepat di depan RSCM Kencana, sekitar pukul 18.30 WIB.
Pantauan merdeka.com, Senin (25/3) warga yang kesal sempat berusaha memukuli Darma karena main hakim terhadap pria paruh baya. Warga semakin geram karena mengetahui Darma mengaku-ngaku sebagai aparat dan menganiaya Parulin hingga sesak napas.
Beruntung petugas keamanan RSCM melihat aksi itu dan menyelamatkan Darma dari amukan massa. "Saya sopir BUMN, saya nggak ngaku aparat," ujar pria berkepala botak itu saat digelandang ke pos polisi.
Sementara itu, Parulin mengaku ketakutan karena Darma sempat bilang kalau dia adalah aparat. Dirinya dipukul hingga mengalami sesak napas.
"Saya dipukul di dada, terus dijedotin ke atas sampai sesak napas gini," ujar Parulin sembari menahan sakit.
4. Ngaku anak Kapolri, Febri terobos jalur busway
Febri Perta Pratama Suhartoni (18), nekat menerobos jalur Transjakarta di daerah Galur, Senen, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Saat dihentikan petugas penjaga jalur busway, dia mengaku sebagai anak Kapolri, Jenderal Pol Timur Pradopo.
Febri merupakan mahasiswa Universitas Trisakti angkatan 2010 jurusan ekonomi manajemen. Setelah dicek, orang tuanya ternyata bukanlah Jenderal Timur Pradopo. Orang tuanya adalah seorang pengusaha karet asal Balikpapan, Kalimantan Timur, Devi Suhartoni.
Atas peristiwa itu, Devi harus repot mendatangi Polda Metro Jaya untuk meminta maaf atas kelakuan anaknya. Kini tidak diketahui di mana keberadaan Febri, tapi polisi memastikan bakal menilang dan mencabut Surat Izin Mengemudinya.
0 comments:
Post a Comment
Leave Your Comments