Breaking News
Loading...
Tuesday, January 21, 2014

Info Post
Tante girang memang cerita yang tak pernah habis, apalagi kehidupan tante tante saat ini seolah bukan lagi menjadi rahasia ketika ia adalah seorang tante nakal yang doyan brondong. Tante girang kali ini adalah cerita tentang tante girang standar biasa, yang gak glamour. Dia adalah Ibu kost ku sendiri. Inilah cerita Ibu kost Tante girang ku. Ruang yang dia minta dan bangun adalah gudang disebelah garasi mobil. Dengan selera anak mudanya dia atur interior ruangan itu seenak perutnya. Setengah selesai penataan ruang yang akhirnya jadi kamar yang cukup besar itu, sekali lagi Yoyok menawarkan diri agar saya mau tinggal bersamanya. Saat itu Ibu Reni, hanya senyum-senyum saja. seperti dulu-dulupun saya menolaknya. Gengsi dikitlah, sebab ikut tinggal dirumah Bu Reni berarti semuanya serba gratis, itu artinya hutang budi, dan artinya lagi : ketergantungan. Biar saya suka pusing mikirin uang kost bulanan, makan sehari-hari atau nyuci pakaian sendiri, sedikitnya dikamar kostku saya seperti manusia merdeka. Lha wong saya bayar!. Tapi hari itu, entah karena bujukan mereka, atau karena sayangku juga pada mereka dan sebaliknya sayang mereka padaku selama ini. Akhirnya saya terima juga tawaran itu, dengan perjanjian bahwa saya tidak mau serba gratis. saya maunya bayar, walaupun uang bayaran kostku itu ibarat ngencingin kolam renang buat Bu Reni yang memang kaya itu. Toh selama ini saya menganggap rumah Bu Reni ini rumah kostku yang kedua, sebelumnya sering juga saya nginap dan nongkrong hampir setiap hari disini. Ada satu hal sebenarnya yang ikut juga menghalangiku selama ini menolak tawaran Yoyok atau Bu Reni untuk tinggal dirumahnya. Entah kenapa saya yang anak muda begini, suka merasakan ada sesuatu yang aneh didada kalau bertatapan, ngobrol, bercanda, diskusi dan berdekatan dengan bu Reni. Perempuan yang selayaknya jadi tante atau bahkan ibuku itu. Buatku ibu Reni bukan hanya sosok perempuan cantik atau sedikitnya orang yang melihatnya akan menilai bahwa semasa gadisnya bu Reni adalah perempuan yang luar biasa. Bukan hanya sekedar bahwa sampai setua itu ibu Reni masih punya bentuk tubuh yang meliuk-liuk. Senyumnya, dada, pinggang, sampai kepinggulnya suka membuatku susah tidur dan baru lega jika saya beronani membayangkan bersetubuh dengannya. Jika saya beronani tidak cukup kalau cuma ngecret sekali saja. Gejala apa ini, apakah wajar saya terobsesi sosok perempuan yang tidak hanya sekedar cantik, tapi berintelegensi bagus, penuh kasih dan mature. Buatku secantik apapun perempuan jika tidak punya tiga unsur itu, hambar dalam selera dan pandanganku. Seperti sebuah buku kartun yang tolol dan tidak lucu saja layaknya. Malangnya ibu Reni memiliki semua itu, dan lebih malangnya lagi aku. Dibawah sadar sering saya diremas-remas iri dan cemburu jika melihat ibu Reni berbincang mesra atau melayani pak Hendra, suaminya. Begitu telaten dan indah. Gila!. Selama saya tinggal dirumah Bu Reni itu, pada awalnya semua biasa saja. Perhatian dan sayang Bu Reni kurasakan tak ada bedanya terhadapku dan Yoyok. Kupikir semua ini naluri keibuannya saja. Tetapi semua itu berjalan hanya sampai kurang lebih 4. Disuatu malam dari balik jendela kamarku kulihat beberapa kali ibu Reni keluar masuk rumah dengan gelisah menunggu Pak Hendra yang sampai jam 22.00 belum pulang. Sebentar dia kedalam sebentar keluar lagi, duduk dikursi, memandang kejalan dengan muka gelisah, membalik-balik majalah lalu masuk lagi. Keluar lagi. Kuperhatikan belakangan ini ibu Reni begitu murung. Ada masalah yang dia sembunyikan. Senyumnya sering kali getir dan terpaksa. Aku beranjak kekamar mandi untuk kencing. Buku Cerita Dewasa yang sedari tadi membuat kontolku ngaceng kugeletakan dimeja. Tapi begitu saya kembali ternyata bu Reni sudah duduk dikursi panjang di kamarku memegang buku itu. saya hanya meringis ketika bu Reni meledekku membaca buku cerita dewasa yang pas dicerita ah-eh-oh kertasnya saya tekuk. Sesaat setelah kami kehabisan bahan bicara, muka Bu Reni kembali mendung lagi. Dia berdiri, berjalan kesana sini dengan pelan tanpa suara merapikan apa saja yang dilihatnya berantakan. Sprei tempat tidur, buku-buku, koran, majalah, pakaian kotor dan asbak rokok.Ya maklum kamar bujanganlah. saya pindah duduk dikursi panjang lantas mematung memperhatikannya. Seperti tanpa kedip. Semua yang dilakukannya adalah keindahan seorang perempuan, seorang ibu. Setelah selesai, sejenak bu Reni hanya berdiri, melihat jam didinding lalu menatapku dengan mata yang kosong. saya coba untuk tersenyum sehangat mungkin. Bu Reni duduk disampingku. Mukanya yang tetap murung akhirnya membuatku berani bicara mengomentari sikapnya belakangan ini dan bertanya kenapa?. Bu Reni tersenyum hambar, menggeleng-gelengkan kepala, diam, menunduk, menarik napas dalam dan melepasnya dengan halus. Sunyi. Seperti ingin to the point saja, bu Reni menceritakan masalah dengan suaminya. Seperti kampung yang diserbu provokator dan perusuh saja, otakku tercabik-cabik, terbuka.Hubungan bu Reni dengan suaminya selama ini ternyata semuanya penuh kepura-puraan. Kemesraan mereka semu tak bernurani, bagai sebuah ruangan setengah kosong, dan setengahnya lagi sekedar keterpaksaan pelaksanaan kewajiban saja. Bu Reni berada didalamnya. Suaminya tahu tapi seperti sengaja membiarkannya memikir, menghadapi dan menyelesaikannya sendiri. Menerima keadaan. Entah karena kesepian, butuh orang sebagai tumpahan hatinya yang kesal dan rasa disia-siakan. Bu Reni menceritakan bahwa pak Hendra sudah lama mempunyai istri simpanan disebuah perumahan mewah dipinggir kota. Tak pernah hal ini dia ceritakan kepada siapapun juga kepada anaknya sendiri mbak Clara di Jakarta. Sama dengan kebanyakan istri-istri pejabat yang walaupun tahu suaminya punya simpanan perempuan, bu Reni hanya bisa menahan hati. Konon katanya, justru sebenarnya banyak istri pejabat yang malah mencarikan perempuan khusus untuk dijadikan simpanan suaminya sendiri, demi keamanan nama baik” dan jabatan. Biar sisuami tidak asal hantam dan makan sembarang wanita. Toh, Istri tahu atau tidak, terima atau tidak, si suaminya dengan jabatan, uang dan kelelakiannya dapat melakukan apa saja pada perempuan-perempuan yang mau. Semua itu seperti permaisuri yang mencarikan selir untuk suaminya sendiri. “Dia ingin punya anak laki-laki Win (Win nama palsu gua, mau yang asli tanya dukun santet!)” Begitu ucap Bu Reni malam itu. Matanya mulai berkaca-kaca. Dulu bu Reni memang suka bercerita betapa inginnya dia punya anak laki-laki yang banyak. Dia suka menyesali diri kenapa Tuhan hanya memberinya satu anak saja. “Apakah itu alasan yang wajar Win” Ucapnya lagi. Kedua tanganya memegang tangan kananku dan matanya yang memelas lurus menatapku. Seolah meminta dukungan bahwa kelakuan Pak Hendra salah. saya bingung. Mau ngomong apa, seribu kata aduk-adukan diotak hingga saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Diluar dugaanku, tangis bu Reni malah meledak tertahan. Dia jatuhkan mukanya kepundak kiriku. saya bingung, tapi naluri lelakiku berkata dia teraniaya dan butuh perlindungan, hingga akhirnya tanganku begitu saja merengkuhnya. Bu Reni malah membenamkan wajahnya kedadaku. saya elus-elus punggungnya dan dengan pipiku kugesek-gesek rambutnya agar dia tenang. Kucium wangi parfum dari tubuh dan rambutnya. Sesaat rasanya, sampai akhirnya Bu Reni menarik mukanya dan memandangiku dengan senyumnya yang gusar. saya ikut tersenyum. Ada malu, ada rasa bersalah, ada pertanyaan ada kehausan dimata Bu Reni, dan ada yang menyesakan dadanya. Entah rasa sayang atau sekedar untuk menetralisir hatinya, saya usap air matanya dengan jariku. Bu Reni hanya diam setengah bengong menatapku. Hening. Sepi. “Ibu bahagia sekali win kamu mau tinggal disini. Entah bagaimana rasanya rumah ini kalau tak ada kamu dan Yoyok. Sepi. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Mungkin ibu bisa mati ngenes dirumah sebesar ini” Ucap Bu Reni pelan tertunduk murung. “Kenapa ibu baru menceritakannya sekarang?” Ucapku. “Untuk apa?” Ucap bu Reni menggeleng-geleng. “Setidaknya beban ibu dapat berkurang” “Buat ibu cukup melihat kamu dan Yoyok ceria dan bahagia dirumah ini. Kalianlah yang justru membuat ibu betah dirumah. Untuk apa ibu harus mengurangi semua itu dengan masalah ibu. Ibu sayang pada kalian”Ucap Bu Reni sambil memegang jari tanganku. saya membalasnya dengan meremas jari jemarinya pelan. “Kamu sayang pada ibu kan win? Tanya Bu Reni menatapku. saya menggangguk tersenyum. Bu Reni tersenyum bahagia. Lalu entah kenapa saya nekat begitu saja mendekatkan mukaku, mencium kening dan pipinya dengan lembut. Kulihat wajah Bu Reni yang surprise tapi diam saja. “Bu Reni marah?” tanyaku. Dia menggeleng-geleng dan malah balas menciumku, menyenderkan kepalanya miring dipundakku dan melingkarkan tangan kanannya dipinggangku. Kupeluk dia. Lama sekali rasanya kami saling berdiam diri. Tapi saya merasakan kedamaian yang luar biasa. Sampai akhirnya suara motor Yoyok yang katanya habis diskusi dikelompok studinya tiba dan suara pintu gerbang terbuka. Sejak kejadian malam itu hubunganku dengan Bu Reni jadi kian aneh. Mungkin awalnya hanya sekedar memperlihatkan rasa sayang dan cinta layaknya seorang anak pada ibunya dan sebaliknya. Walau dengan diam-diam disetiap kesempatan yang ada kami saling tidak menyembunyikan semua itu. Bertatapan dengan mesra, bercanda dan saling memperhatikan lebih dari dulu-dulu. Tapi seperti air yang tak diatur, semua mengalir begitu saja. Kian lama bu Reni dan saya berani saling mencium. Cium sayang dan lembut disetiap kesempatan yang ada tanpa seisi rumah tahu Tapi kegalauan dihatiku tetap saja tak dapat kuingkari. Sering saya bertanya sendiri : sayangku, cintaku, ciumanku dan pelukanku pada Bu Reni apakah manifestasi seorang anak pada sosok ibunya, atau seorang lelaki pada seorang perempuan. Hati dan otakku setiap hari dililit pertanyaan sialan itu. Begitu menjengkelkan. Semua itu berjalan sampai tak dapat kuingkari bahwa birahi selalu mengikutiku jika saya berdekatan dan mencium Bu Reni. Selama ini saya berusaha menekannya. Tapi itu meledak disuatu sore yang sepi. Semula saya hanya ingin meminjam koran yang biasanya tergeletak diruang keluarga rumah utama. Tapi saat kulihat Bu Reni tengah berdiri menikmati ikan-ikan hias aquariumnya. Tiba-tiba saya ingin menggodanya. saya berjingkat perlahan dan menutup kedua matanya dengan tanganku dari belakang. Ibu Reni kaget berusaha melepaskan tanganku. saya menahan tawa tetap menutup matanya. Tapi akhirnya Bu Reni mengenaliku juga. Kukendorkan tanganku. “Wiiiinnn kamu bikin kaget ibu saja akh..” Ucap Bu Reni tetap membelakangiku dan menarik kedua tanganku kedepan dadanya. Bu Reni bersandar didadaku. Kedua tanganku tepat mengenai payudaranya yang kurasakan empuk itu. Gelora aneh mengalir didarahku. Sementara Bu Reni terus mengomentari ikan-ikan didalam aquarium, saya justru memperhatikan bulu-bulu lembut dileher jenjangnya Rambutnya yang lurus sebahu saat itu tertarik keatas dan terjepit jepitan rambut, hingga leher bagus itu dapat kunikmati utuh. saya berdesir. Kurasakan napasku mulai berat. Dengan bibirku akhirnya kukecup leher itu. Bu Reni merintih kegelian dan mencubit lenganku dengan genit. “Hiiiii. Jangan Wiiinnnn akhhhh…Merinding ibu ah” Dekapan tanganku ditetek dan dadanya makin kuat. Ketika kuperhatikan dia tidak marah dan tenang maka kuulangi lagi kecupan itu berulang-ulang. Kumis dan bekas cukuran dijanggutku membuatnya geli. Tapi kurasakan tangan Bu Reni perlahan mencengkram erat dikedua jariku dan dia diam saja. saya makin bernapsu. Ciuman, kecupan dan hisapan bibirku makin menjadi-jadi keleher dan telinganya. Bu Reni mendesah memejamkan mata. Kepalanya bergerak-gerak mengikuti cumbuanku. Matanya terpejam dan napasnya menggelora. Kucari bibirnya, karena susah maka kuputar tubuhnya menghadapku dan langsung kusambar dengan bibirku. Kupeluk erat Bu Reni. Dia menggeliat membalas permainan bibirku. Kedua tangannya memegangi bagian belakang kepalaku seolah takut saya melepaskan ciuman bibirku. Kuremas-remas teteknya dengan tangan kananku. Bu Reni melepaskan ciumannya lalu merintih-rintih dengan kepala terdongak kebelakang seolah memberikan lehernya untukku. Dengan bibirku langsung kuciumi leher itu. Tapi tiba-tiba Bu Reni setengah menghentakan badanku seperti tengah bangun dari mimpi dan shock dia berkata : “Ya Tuhan, Wiiinnn …apa yang kita lakukan?” Bu Reni menjauhiku dan menempelkan kepalanya kedinding menahan hati. Akupun bisu. Hening. lama sekali. saya kian gelisah. saya ingin keadaan itu berakhir. saya dekati bu Reni, memeluknya lagi. Kata-kata cinta meluncur begitu saja dari mulutku. Semua itu membuat bu Reni bingung. Menggeleng-gelengkan kepalanya dan berlari masuk kekamar menahan tangis. Beberapa hari sejak kejadian itu Bu Reni tidak menyapaku Dia selalu berusaha menghindariku. saya bingung, saya takut dia marah. saya takut dia menolak cintaku. saya takut gila, mencintai ibu kost sendiri, istri orang dan perempuan yang jauh lebih tua dariku. Ditolak pula. Bah!. saya mulai murung. Tapi itu hanya lebih kurang dua minggu. Hanya sampai pada suatu malam, bulan jatuh dipelukanku saat Bu Reni lembut menyapaku dan tanpa bicara sepatah katapun menciumiku. Bah!. Sedari dulu juga, jika dibalik ke”mature”annya sesekali kulihat kerling genitnya, adalah bukti bahwa sebenarnya sudah lama saya tak bertepuk sebelah tangan. Tapi Bu Reni takut bicara tentang cinta, bahwa dia sayang, merindukan dan membutuhkanku adalah iya. Selanjutnya kami selalu berusaha bersikap wajar didepan seisi rumah maupun tetangga. Satu hal yang pasti bahwa kami bisa dengan bebas saling bercerita tentang apa saja. Termasuk kebiasaanku beronani dengan membayangkan bersetubuh dengannya yang membuatnya tertawa terpingkal-pingkal. Sebaliknya dari bu Reni saya tahu, bahwa suaminya pak Sd itu aneh, diranjang bertempur tidak pernah menang tapi malah punya simpanan. Untuk mencapai orgasme jika bersetubuh dengan suaminya dia sering membayangkan bersetubuh denganku. Gila. Kami terus mengalir tanpa halangan yang berarti. Maksudku tanpa tindak-tanduk yang dapat menimbulkan kecurigaan orang seisi rumah maupun tetangga. Sampai suatu hari Pak Rudi tetangga kami yang tinggal 6 rumah dari kami melangsungkan pernikahan anaknya. Seharian itu saya dirundung napsu dan cemburu. Seperti biasanya jika dilingkungan perumahan itu ada pernikahan maka Pak Hendra dan Bu Reni akan menjadi penerima tamu. Pak Hendra akan berbaju beskap, berjarik, blangkon dan berkeris. Bu Reni akan berkebaya, berjarik dan berselendang dengan rambut konde yang rapi. Bu Reni sendiri tahu bahwa dengan pakaian seperti itulah seringkali saya mengungkapkan kekagumanku atas kecantikan dan sex apple yang ditimbulkannya. Rasanya saya gelisah terus melihat kesintalan tubuh Bu Reni yang terlilit pakaian adat jawa yang ketat itu. Jika berjalan pinggulnya bergoyang-goyang mengundang sensasi. Beberapakali kutebar pandanganku berkeliling, selalu saja kulihat ada mata tamu pria entah muda, entah tua ada yang tengah melirik atau memperhatikannya. Semua itu membuatku pingin marah saja rasanya. Tetapi sebelum seremoni perkawinan itu usai tiba-tiba pembantu Bu Reni, yang biasanya saya panggil mbak Suti datang mengabarkan bahwa barusan dia terima telepon dirumah yang mengabarkan adik Pak Hendra yang tinggal di kota P mengalami kecelakaan lalu lintas. Pak Hendra, Bu Reni, Yoyok, Mbak Suti dan saya akhirnya pamit pulang duluan pada pak Falcon. Sampai dirumah, Pak Hendra dan Ibu Reni menelepon balik ke kota P melakukakn konfirmasi berita. Adik pak Hendra bersama Dorti anaknyalah yang mengalami kecelakaan. Mobilnya tertabrak bis antar kota yang selip. Dua-duanya masuk UGD rumah sakit dan Pak Hendra sebagai anak tertua dikeluarganya diminta datang. Teman sekamarku Yoyok sendiri ingin ikut nengok. Yoyok naksir berat pada Dorti, pernah menyatakan cinta dua kali. Tapi dua kali pula Dorti menolak. Sementara Ibu Reni sendiri harus tetap tinggal karena besok pagi ada tim BPKP dari Jakarta yang akan datang melakukan audit dikantornya. Ibu Reni key person yang harus ada. Pak Hendra dan Yoyok berangkat ke kota P dengan mobilnya dan akan mampir kerumah pak Sarmin supirnya dulu untuk diajak berangkat. Aku, Bu Reni dan Mbak Suti ngobrol sebentar membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada adik pak Hendra dan anaknya. Sampai mbak Suti menguap beberapa kali. Selama ngobrol tak pernah mataku lepas dari busungnya dada Bu Reni dengan teteknya yang montok dan sedikit terlihat. Mbak Suti langsung pamit tidur. Tinggallah saya diruang tengah itu, sendiri, melamun. Sekian lama hubungan kami berjalan. Selama ini kami hanya sampai batas berpelukan, berciuman, saling tindih diranjang dengan napas yang menderu-deru dan berujung orgasme tanpa coitus. Entah berapa kali kontolku menekan-nekan dan menggesek-gesek dimemeknya yang basah bercelana. Entah berapakali pejuhku membasahi celana dalamku sendiri dan celana dalam Bu Reni. Lantas walaupun kontolku belum pernah sekalipun masuk kememeknya, kecuali hanya menggesek-gesek dan saya orgasme, masih perjakakah aku?. Langkah Bu Reni terdengar dan terus kupandangi sekujur tubuhnya yang semampai melenggok-lenggok, dari kepala sampai kaki ketika dia berjalan kearahku. Stagen dipinggangnya sudah tak ada hingga perutnya sedikit terlihat. Dadaku berdebar-debar. Berkali kali kutelan ludah. “Kamu melihat ibu, kaya ibu ini apaan sih?!”ucap Bu Reni genit mengibaskan tangan kanan dimukaku. “Ibu cantik sekali, makin sexy, sexy sekali berkebaya dan saya terangsang sekali” Ucapku asal saja menunjuk kekontolku. “Hus. Sekali, sekali. Daripada melamun sini pijitin ibu” Ucap Bu Reni duduk membelakakingiku dan menepuk pundaknya. saya pijit kedua pundaknya perlahan-lahan. Bu Reni kadang menggeliat keenakan. Makin lama pijitanku makin turun, kepunggungnya, ke tulang-tulang rusuknya, kepinggangnya. Tak lama kutarik pundaknya dan kusandarkan punggungnya kedadaku, kutempelkan pipi kananku kepipi kirinya. Lalu kupijit kedua pahanya, kuelus-elus dan kuremas-remas sampai kepinggulnya. Bu Reni memejamkan matanya. Pijitan bercampur elusan kedua tanganku merambat naik dan berhenti didadanya untuk meremas-remas buah dada yang kurasakan besar dan kenyal itu. Mukaku kugesek-gesekan dirambut dan kondenya, pipinya, dan kukulum-kulum telinganya. Deru napas Bu Reni mulai tak teratur kadang diselingi desahan halus. Tangan kanannya mencoba meraih kepalaku, kadang mencengkram lembut rambutku. Telapak tangan kirinya digosok-gosokan kepipi kiriku. Remasan tanganku ke buah dadanya makin liar, mukaku meliuk-liuk menciumi apa saja dikepalanya. Kubuka kancing baju kebayanya. Sembulan sepertiga buah dada dari BHnya indah sekali. saya makin terangsang. Kontolku yang ngaceng sejak tadi ingin meledak rasanya. Ku tarik baju kebayanya turun kebelakang hingga pundak dan lehernya bebas kuciumi dan jilati. Ibu Reni mengerang nikmat. Kulingkarkan kedua tanganku memeluknya erat-erat. Bibir Bu Reni yang setengah terbuka kusambar dengan bibirku dan kukulum habis. Ujung lidah kami beradu, kutelusuri lidahnya sampai seberapa jauh dapat masuk, kerongga-rongga mulutnya. Begitu kami bergantian. Aku dan Bu Reni mulai tak tahan, kurebahkan dia disofa. Kutelusuri tubuhnya, kuciumi dari muka, dada, perut paha, dan betisnya yang masih dibalut kain jarik. Naik lagi dan kutindih Bu Reni. Erangannya makin merangsangku. Kubuka ikat pinggangnku. “Jangan disini sayang. Nanti kalau Suti bangun…..”Tiba-tiba ucap Bu Reni tak menyelesaikan kalimatnya. Kami berdiri. Bu Reni melepas resleting celanaku, memasukan tangannya kecelana dalamku dan meremas-remas kontolku yang tegang dengan geregetan. “Heeeemmmmmm” Ucapnya lalu membimbingku masuk kekamarnya berjalan mundur dengan memegang dan menarik kontolku. Itu membuat kami tertawa. Pintu kamar dikuncinya cepat-cepat. Kubuka bajuku dan Bu Reni setengah menunduk membuka celanaku lalu mencari kontolku. Begitu dapat langsung dimasukan kemulutnya, dijilati dihisap-hisap, diciumi dan kadang dikocok-kocok dengan tangannya. Yang begini belum pernah dia lakukan. Aliran kenikmatan merambat sampai ubun-ubun kepalaku. saya memberinya isyarat agar melepaskan kontolku. saya dipuncak napsu dan ingin memasukan kontolku langsung saja kememeknya, tapi dia menolak. Badanku rasanya makin bergetar dengan tulang yang mau berlepasan dan syaraf-syaraf ditubuhku rasanya kelojotan nikmat. Bu Reni begitu bernapsu dan nikmat memainkan kontolku dimulutnya Aku tak tahan dan minta rebahan diranjang. Bu Reni melepas baju kebayanya. Dengan tetap BH masih didada dan kain jariknya yang belum terlepas, mulutnya langsung mengejar burung pusakaku sampai dua biji telornyapun dia cium, jilat dan hisap. Aku makin bergelinjang, melayang-layang nikmat. Hingga dipuncaknya, saya tak sempat lagi memberitahunya kalau pejuhku mau keluar. Hingga akkhh…crott…crooot. Crroott. Pejuhku muncrat didalam mulut Bu Reni. Tapi Bu Reni justru malah bernapsu, menelannya dan terus menghisap-hisap kontolku sampai bersih, kasat dan ngilu rasanya. saya terkejut. Bangun terduduk. “Ibu telan?….Apa ibu tidak jijik?”Tanyaku bodoh. Ibu Reni menggeleng, justru mukanya cerah, kepuasan terpancar diwajahnya. Aneh pikirku. “Orang bilang, meminum air mani perjaka akan membuat perempuan awet muda. Lepas betul atau tidak yang terang ibu sudah mencobanya barusan sayang”Ucap Bu Reni lalu menciumiku dari muka sampai dadaku, sementara tangan kanannya terus meremas-remas kontolku. “Ayo lagi sayang, ibu pingin kamu puas” Ucap Bu Reni mesra. Kontolku yang tadi terkulai karena sudah keluar pejuh dan shock mulai menegang lagi akhirnya. Bu Reni kembali mengulum dan menghisap-isap kontolku. “Kalau ibu masih pingin, ambil semua pejuh saya “Ucapku Ibu Reni tersenyum. Kubuka BHnya dan kutarik lilitan kain jariknya. Bu Reni berdiri untuk memudahkan melepas kain jariknya. Tubuhnya yang telanjang bulat langsung kuterkam, kurebahkan dan kutindih. Dua teteknya yang besar itu kuhisap-hisap putingnya bergantian. Tangan kananku menggosok-gosok memeknya. Kuciumi, kujilati dan kuhisap-hisap semua bagian yang menurut instingku bisa membangkitkan gairahnya. Bibir, lidah, telinga, kuping leher, tetek, perut, pusar, paha, memek, betis sampai ke jari dan telapak kakinya. Tubuh Bu Reni bergelinjangan tak karuan dadanya naik-turun kelojotan. Tangan kirinya meremas-meremas teteknya dan tangan kanannya menggosok-gosok memeknya sendiri. Konde rambut Bu Reni hampir terlepas. Mulutku naik lagi keatas menyusuri betis dan paha hingga akhirnya berhenti dimemeknya. Dengan kedua tanganku kusibak pelan jembutnya. Kulihat belahan memeknya yang memerah berkilat dan bagian dalamnya ada yang berdenyut-denyut. Kuciumi dengan lembut, bahu dimemeknya membuat sensasi yang aneh. Tak pernah ada bahu seperti ini yang pernah kukenal rasanya. Dengan hidung kugesek-gesek belahan memek Bu Reni sambil menikmati aroma bahunya. Erangan dan gelinjangan tubuhnya terlihat seperti pemandangan yang indah menggairahkan. “AaaaKhhhk….Eeeekhhhh…enak sekali sayang. Teruuuuuusss sayang” Rintih Bu Reni. Kujulurkan lidahku, kujilat sedikit memeknya, ada rasa asin. Lalu dari bawah sampai atas kujulurkan lidahku menjilati belahan memeknya. Begitu seterusnya naik turun sambil melihat reaksi Bu Reni. “Akkhhh…….Akkkhhhhh…….Akkkhhhh hhhh…E nggh hh” Bu Reni terus merintih nikmat, tangannya mencari tangan kananku, meremas-remas jariku lalu membawanya ketoketnya. saya tahu dia ingin yang meremas teteknya adalah tanganku. Begitu kulakukan terus, tangan kananku’ meremas teteknya, mulutku menjilati dan menghisap-hisap memeknya, tangan kiriku mengelus-elus pinggang, paha sampai kebetisnya yang putih mulus dan halus itu. “Akkkhhhh…sudah sayang…sudah….ayo sekarang sayang ibu sudah tak tahan akkkhhhh….masukan sayang, masukan” Desah bu Reni mengerang meraih kepalaku agar menghentikan jilatan dimemeknya dan minta dikentot. Tanpa harus mengulangi lagi permintaannya langsung saja saya merangkak naik, menindih tubuh Bu Reni. Bu Reni melebarkan pahanya. Kontolku menuju memeknya. Beberapa kali kucoba, memasukan, beberapa kali pula gagal. saya tak tahu mana yang pas lobangnya, mana yang hanya belahan memek. Tapi tangan Bu Reni segera membantu, memegang kontolku, membimbing kedepan lobang memeknya lalu berkata “Ya itu sayang…disitu…tekan sayang tekan…disitu… aaakkkhhhh….ayo sayang…ibu tak tahan…ooo..akkkhhhh” Ibu Reni merintih ketika kontolku yang kutekan masuk seluruhnya kelobang memeknya. Sejenak tubuhku kaku, saya diam saja, saya nervous. Batang kontolku rasanya terjepit oleh dinding memek Bu Reni yang seperti berdenyut-denyut dan menghisap-hisap. Nikmat luar biasa. Ini yang pertama. Bu Reni menggoyang-goyangkan pinggulnya, setengah berputar putar dan kadang naik turun. Kontolku yang tertancap dimemeknya yang setengah becek dibuat seperti mainan yang membuatnya nikmat tak karuan. “Ayo sayang…ayo…bareng-bareng sayang…ibu mau keluar sayang…ayo..ayo…..”Rintih Bu Reni dengan mata setengah terpejam dan mulutnya yang terus terbuka mendesah-desah dan kian kuat menggoyang goyangkan pinggulnya. Akupun terus mengimbanginya sampai tiba-tiba Bu Reni seperti terdiam dan kedua tangannya merangkul leherku kuat-kuat dan dari mulutnya keluar desahan panjang : “Aakkkhhhhh……Oukhhhhhhhh….Engk hhhhhh…. ..” Bersamaan dengan rintih kepuasannya, denyutan dan hisapan memek Bu Reni makin kuat dan nikmat rasanya. Akupun sudah tak tahan lagi dan ingin agar pejuhku segera keluar. Karenanya kunaik turunkan kontolku, kuputar-putar dan kunaik-turunkan terus hingga akhirnya crooottt…crooootttt.. crroooot…. “Akhhh…………” Bersamaan dengan muncratnya pejuhku dimemeknya, kembali Bu Reni mendesah nikmat. Napasku memburu, saya lemas sekali rasanya. Sementara Bu Reni tetap menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan pelan dan tangannya mengelus-elus rambutku. Beberapa saat kubiarkan tubuhku menindih tubuh bugil Bu Reni tanpa tangan atau dengkulku menahan beban badanku. Kontolku tetap menancap dimemeknya. Ketika ingin kucabut Bu Reni melarangnya. “Jangan sayang, jangan dicabut dulu, biarkan ibu memiliki dan menikmatinya, peluk…peluk…tetap tindihlah ibu sayang. Ibu puas, kamu puas sayang hemmmm?….enak sayang?….” Ucap Bu Reni sambil terus menciumiku. Malam itu kami habiskan tidur kelonan diranjang yang biasa Ibu Reni tidur dan ngentot dengan suaminya. Tapi sejak malam itu dan disetiap kesempatan yang ada kuentot pula Bu Reni diranjang yang sama. saya tak perlu lagi hanya beronani dengan membayangkan ngentot dengannya, begitupula Bu Reni tak perlu lagi hanya sekedar membayangkan ngentot denganku jika ia melayani suaminya. Kami baru ngentot dihotel jika salah satu dari kami sudah tak tahan lagi sementara kesempatan dirumah tak ada. Atau ketika obsesiku kumat untuk ngentot dengan Bu Reni dalam pakaian kebaya, kain jarik dan berkonde. Ini terkadang aneh, berlama-lama Bu Reni ke Salon rias, begitu selesai langsung ke Hotel dan kuobok-obok sampai berantakan. (Aneh ya?!.). Sering pula jika keadaan memungkinkan, Bu Reni suka menyelinap kekamarku untuk “fast sex“. Sex cepat dengan tetap masih berpakaian. Tandanya Bu Reni masuk kekamarku sudah tanpa celana dalam dan dipuncak napsu. Ini sering terjadi jika Bu Reni sedang butuh tapi Pak Hendra tak acuh terus tidur. Tentang memek Bu Reni, mungkin itu yang disebut memek empot ayam. Memek yang tak pernah kutemui pada semua perempuan (adik-adik, mbak-mbak, tante-tante dan ibu-ibu rumah tangga yang muda maupun tua) yang pernah kutiduri, sampai hari ini sekalipun diumurku yang 37 tahun. Demikian cerita tante girang kali ini, semoga menghibur buat anda, banyak lagi cerita yang kami punya tetap tunggu koleksi kami dengan update cerita yang lebih panas dan tentu membuat anda penasaran lagi. Sampai ketemu di postingan selanjutnya.

0 comments:

Post a Comment

Leave Your Comments