Rangkap Jabatan Boleh, Hanya... - Indonesia
Info Post
PEKAN lalu, rapat umum pemegang saham PT Liga Indonesia memutuskan bahwa Joko Driyono tetap dipercaya sebagai chief executive officer PT LI karena mayoritas anggota pemegang saham mendukungnya. Atas dasar itulah, Joko akhirnya memperpanjang jabatannya. Berbagai komentar bernada pro dan kontra pun muncul.
Sejumlah anggota Komite Eksekutif (Komeks) PSSI ikut angkat bicara, antara lain dengan menyebut bahwa rangkap jabatan Joko Driyono tidak melanggar Statuta PSSI. Joko sendiri adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI.
Mari kita lihat dari sisi kontra (penolakan) rangkap jabatan di PSSI. Ada dua alasan paling utama yang bisa dijadikan dasar mengapa rangkap jabatan harus dihindari di kepengurusan PSSI. Pertama dari sisi regulasi dan yang kedua dari sisi moral.
Jabatan sekjen sangat sentral serta dapat disebut sebagai jantung dan urat nadi organisasi. Sekjen adalah seorang profesional yang ditunjuk berdasarkan suatu kontrak oleh PSSI. Dalam Statuta PSSI Pasal 63 tentang Sekretaris Jenderal, pada poin 3 ada 10 butir (huruf) tanggung jawab sekjen dalam menjalankan tugas.
Pada poin 4 pasal yang sama disebutkan: ”Sekretaris Jenderal tidak boleh merupakan delegasi ke kongres PSSI atau anggota dari badan PSSI apa pun”.
Implementasi
Dalam rangkap jabatan seperti di atas, apakah seseorang bisa menghindari konflik kepentingan? Mari lihat beberapa dari 10 huruf pada poin 3 di atas.
Pada huruf b disebut ”menghadiri kongres dan rapat-rapat Komite Eksekutif, Komite Darurat dan Komite Tetap dan Ad-hoc”. Huruf c, ”menyelenggarakan kegiatan kongres dan rapat-rapat Komite Eksekutif dan badan-badan lainnya”. Huruf e berbunyi, ”mengelola dan memelihara rekening PSSI sebaik-baiknya”. Huruf f, ”melakukan korespondensi PSSI”. Huruf i berbunyi, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian staf pelaksana kepada Ketua Umum”. Adapun huruf j, ”melakukan pengangkatan dan pemberhentian staf yang bekerja di kesekretariatan umum setelah mendapat persetujuan Ketua Umum”.
Di sini terlihat, dalam implementasi di lapangan, seorang sekjen telah melangkahi dan menabrak begitu banyak regulasi yang berujung pada konflik kepentingan. Rangkap jabatan sejatinya tidak hanya melekat pada sekjen, tetapi beberapa anggota pengurus (huruf i dan j) PSSI yang berasal dari PT LI.
Merujuk pada poin 4 di atas, blunder dilakukan oleh Komeks dan Ketua Umum (Ketum) PSSI yang mengangkat Joko Driyono sebagai Sekjen pada pertengahan tahun 2013. Mengingat, sebelumnya yang bersangkutan telah menjabat sebagai CEO PT LI. Komeks dan Ketum PSSI telah mengesampingkan Statuta PSSI sebagai pedoman atau arah kerja PSSI.
Sebaliknya, jika merujuk pada RUPS PT LI pekan lalu, yang salah satu keputusannya menunjuk Joko Driyono kembali menjabat CEO, di sinilah diuji kebesaran jiwa dan moral Joko Driyono sebagai seorang profesional. Harusnya blunder yang dilakukan Komeks dan Ketum PSSI bisa dieliminasi Joko Driyono dengan menolak permintaan anggota di RUPS PT LI.
Bagaimana nanti, sebagai ”corong” PSSI yang menyuarakan hasil rapat Komeks, Joko Driyono bersikap ketika menyampaikan keputusan yang memberatkan PT LI dalam sebuah kasus. Atau, Joko Driyono menyampaikan keputusan Komeks atau Badan Tim Nasional (BTN) yang melarang seorang pelatih klub merangkap melatih tim nasional? Atau donasi dari PT LI terlambat masuk ke kas PSSI, bagaimana Joko Driyono menegur PT LI (huruf e)?
Mereka yang pro terhadap rangkap jabatan berpendapat bahwa profesionalisme seseorang lebih diutamakan, serta akan lebih menghemat keuangan PSSI. Apakah memang demikian?
Seorang profesional memang sangat dibutuhkan untuk tugas yang dipercayakan kepadanya. Akan tetapi, idealisme itu tentu tidak bisa terwujud dan harus dihindari jika bertabrakan dengan konflik kepentingan. Adapun alasan menghemat keuangan sangatlah mengada-ada.
PSSI dan PT LI adalah dua institusi yang berbeda secara payung hukum, organisasi atau pengelolaannya, ataupun orientasinya. PSSI adalah alat perjuangan bangsa dengan orientasi prestasi dan kebanggaan nasional, sedangkan PT LI adalah badan usaha keolahragaan yang berorientasi bisnis dan profit.
Dengan demikian, apakah pantas disebut penghematan keuangan jika terjadi rangkap jabatan? Bukankah, sebaliknya, terjadi pemborosan karena PSSI dan PT LI masing-masing menggaji Joko Driyono?
Ya, sudahlah, mungkin juga PSSI akan menjawab ”egp” (emang gue pikirin). Merangkap jabatan boleh, hanya bagi pengurus PSSI saja...!
0 comments:
Post a Comment
Leave Your Comments