bagian pertama Skripsi PAI Tarbiyah Tentang Pendidikan Akhlaq Menurut Imam Ghozali
Pesantren dalam hal ini berperan ganda, yakni pesantren terlibat dalam proses penciptaan nilai yang memiliki dua unsur yaitu usaha yang dilakukan terus menerus secara sadar untuk memindahkan pola kehidupan ala Rasulullah saw, dan para pewaris nabi ke dalam kehidupan pesantren. Kemudian unsur selanjutnya adalah disiplin sosial yamg ketat di pesantren, yaitu kesetiaan tunggal kepada pesantren untuk mendapatkan topangan moril dari Kyai untuk kehidupan pribadinya. Ukuran yang dipakainya guna mengukur kedisiplinan dan kesetiaan seorang santri kepada pesantrennya atau kepada Kyai adalah kesungguhan dalam melaksanakan pola kehidupan Mutasawwuf.[1]
Berangkat dari pemaparan tersebut, kami mencoba menelaah tentang konsep pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’lim karya KH. Hasyim Asy’ari yang menjadi acuan dasar bagi pendidikan akhlak di pesantren-pesantren.
B. Rumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini dimaksudkan untuk membatasi suatu permasalahan yang akan dibahas berkenaan dengan judul “Pendidikan Akhlak Santri menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim, sehingga permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini akan menjadi lebih jelas dan terarah. Adapun permasalahhanya adalah:
1. Bagaimana pengertian akhlak dan ilmu akhlak menurut KH. Hasyim Asy’ari?
2. Bagaimana kedudukan Akhlak di kalangan pondok pesantren?
3. Bagaimana metode pendidikan akhlak yang berlaku di pesantren menurut KH. Hasyim Asy’ari?
C. Tujuan Penulisan Skripsi
Segala sesuatu yang diperbuat seseorang mempunyai tujuan tertentu dan terarah, begitu juga penulisan skripsi ini penulis mempunyai tujuan tertentu yang akan dicapai, yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian akhlak dan ilmu akhlak menurut
KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim.
2. Untuk mengetahui kedudukan akhlak di pesantren menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim.
3. Untuk mengetahui bagaimana metode pendidikan akhlak yang berlaku pesantren menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim.
D. Penegasan Judul
Untuk menjelaskan maksud yang penulis kehendaki dan untuk menghindari berbagai kesalahpahaman yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini, maka perlu kiranya penulis jelaskan kata-kata yang terdapat dalam judul “ Pendidikan Akhlak Santri menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’alim”.
Sebelum membahas tentang pendidikan akhlak, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang pengertian pendidikan dan akhlak itu sendiri secara parsial, baik dalam tinjauan etimologi (bahasa) maupun terminologi (istilah).
1. Pengertian Pendidikan
Menurut John Dewey, secara etimologi pendidikan adalah : “Etymologically, the word education means just a process of leading or bringing up”.[2]Artinya: “Secara etimologi, kata pendidikan berarti jalan atau cara untuk memimpin atau membimbing”.
Dalam kamus bahasa Indonesia kata pendidikan diartikan dengan “Proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan kepribadiannya melalui upaya pengajaran atau pelatihan”.[3]
Sedangkan secara terminologis, pengertian pendidikan beberapa ahli yang mendefinisikan, diantaranya:
a. Menurut Ahmad D. Marimba mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pendidikan yaitu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani atau rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama.[4]
b. Menurut Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989, bab 1 pasal 1 menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.[5]
c. Menurut Mustafa Al-Ghulayani
التربية هى عرس الاخلاق الفاضئة فى نغوس الناشئين وسقيها بماء الارشاد والناصحة حتى تصبيح مئكة من ملكات النفس ثم تكون ثمرتها الفضيلة والخير وحب العمل لنفع الوطن
Artinya: Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia terhadap anak-anak dengan berbagai petunjuk dan nasehat, sehingga tertanamlah watak yang baik, kemudian berakhlak yang utama, suka beramal demi kemanfaatan bangsa.[6]
Dari beberapa definisi pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan secara sadar oleh orang yang bertanggung jawab untuk membawa anak atau anak didik ketingkat kedewasaan dalam rangka mewujudkan kepribadian yang utama dalam arti sadar dan mampu bertanggung jawab secara moral atas segala perbuatannya.
2. Pengertian Akhlak
Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari kata “khuluq” yang berarti budi pekerti. Dalam bahasa Latin disebut “ethic” atau “moral” yang berarti adat kebiasaan. Secara terminologi ada beberapa pendapat tentang pengertian akhlak, antara lain:
a. Menurut Al Ghozali:
“Akhlak adalah keadaan jiwa yang menumbuhkan perbuatan dengan mudah tanpa perlu berfikir lebih dahulu”.[7]
b. Menurut Ahmad Amin:
“Akhlak adalah kehendak yang dibiasakan, maksudnya jika kehendak tersebut membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu disebut akhlak”.
Dari definisi-definisi di atas bisa disimpulkan, akhlak adalah kehendak yang di biasakan sehingga ia mampu menimbulkan perbuatan dengan mudah, tanpa pertimbangan lebih dahulu. Bila kehendak itu menimbulkan perbuatan yang baik menurut akal dan syara’, maka disebut dengan akhlak yang baik (akhlak Mahmudah), sedangkan kehendak yang menimbulkan perbuatan yang jelek, maka sebut dengan akhlak tercela (akhlak madzmumah).
3. Pengertian Santri
Menurut Ibnu Taimiyah santri adalah siswa atau mahasiswa yang dididik di dalam lingkungan pondok pesantren. Sedangkan pengertian pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, tempat pelaksanaan kewajiban belajar mengajar dan pusat pengembangan jama’ah (masyarakat) yang diselenggarakan dalam suatu tempat pemukiman dengan masjid sebagai pusat pendidikan dan pembinaannya. Pondok pesantren didirikan dalam rangka pembagian tugas mukminin untuk Iqomuddin.[8]
Sedangkan menurut Zamachsari, pengertian yang dipakai dalam lingkungan pesantren, seorang alim hanya bisa disebut Kiai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut mempelajari kitab-kitab Islam. Oleh karena itu santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Menurut tradisi pesantren terdapat tiga kelompok santri:
[1] Ibid, hlm. 45.
[2] John dewey, Democracy and Education, New York, The Mucmilian Company, 1964, hlm. 10.
[3] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hlm. 346.
[4] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1981,hlm.209.
[5] Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI No. 2 th. 1989, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hlm. 2.
[6] Musthafa al Ghulayani, Idhotun Nasyi’in,Bandung, Maktabah Raja Murah, 1913, hlm. 19.
[7] Al Ghazali, Ihya Ulumuddin 111, Dar al-fikr, Bairut, 1913, hlm. 48.
[8] Ibnu Taimiyah, Peran Ulama dan Santri Dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia, PT. Bina Ilmu Offset, Surabaya, 1994, hlm. 7.
0 comments:
Post a Comment
Leave Your Comments